Pemindahan Ibu Kota, Serius Atau Tidak? - Indonesia Bisnis

Pemindahan Ibu Kota, Serius Atau Tidak?

Pemindahan Ibu Kota, Serius atau Tidak?Ardi Winangun (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)

Jakarta -Isu atau seruan pemindahan ibu kota Indonesia ke tempat lain, biasanya muncul ketika Jakarta dilanda banjir besar, menyerupai beberapa tahun kemudian ketika banyak tempat di wilayah Jakarta digenangi air selama beberapa hari. Akibat yang demikian menciptakan Jakarta lumpuh sehingga berdampak pada perputaran ekonomi dan aktivitas lainnya yang sifatnya merugikan semuanya.

Kali ini di tengah Jakarta yang disebut semakin membaik, banjir mulai bisa ditanggulangi dan berkurang, justru muncul adanya impian memindahkan ibu kota ke tempat lain, entah ke mana. Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah sering disebut-sebut sebagai lokasi ibu kota yang baru, menyusul kemudian menyebut Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai pilihan yang lain.

Menjadi pertanyaan, seriuskan pemerintah ketika ini hendak memindahkan ibu kota; bukankah persoalan menyerupai ini selalu digagas dari waktu ke waktu, mulai dari Presiden Sukarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan belum pernah terlaksana secara konkret? Serius atau tidaknya kita lihat nanti, yang terperinci dikatakan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bahwa pada 2018 atau 2019 sudah mulai ada pemindahan sentra manajemen pemerintahan.

Bila itu terbukti maka beban Jakarta yang sudah lebih dari ambang batas akan terkurangi dengan signifikan. Langkah awal pemindahan itu ialah memindahkan sentra administrasi. Pemindahan sentra manajemen niscaya akan diikuti oleh pemindahan sektor-sektor lainnya menyerupai ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Di Indonesia, kekuasaan itu tidak tunggal, ia bisa merupakan adonan dari banyak hal sehingga ketika satu sektor kekuasaan pindah, yang lain pun menyusul.

Bila pemindahan sentra manajemen terjadi maka di tempat yang gres akan dibangun infrastruktur untuk penunjang lantaran yang dipindah ialah kantor presiden dan kementerian sehingga infrastruktur yang ada harus VVIP. Bandara harus bisa didarati oleh pesawat kepresidenan, jalan harus mulus dan lebar, listrik tak boleh byar pet, telekomunikasi tak bisa putus nyambung, tempat sekitar harus kondusif dari kebakaran, air dijamin bersih, serta sarana penunjang lainnya yang bisa memberi kenyamanan dan keamanan bagi presiden.

Untuk membangun kota gres itu tentu diharapkan anggaran yang tidak sedikit sehingga disebut pembangunan dilakukan secara bertahap. Menjadi pertanyaan kalau ibu kota dipindah kemudian mengapa Jakarta saat-saat ini digenjot pembangunannya? Kalau kita lihat dalam kurun Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jakarta Ahok, Jakarta dan sekitarnya digenjot pembangunan infrastrukturnya.

Lihat saja bagaimana pembangunan Terminal 3 Ultimate Bandara Sukarno-Hatta yang dipantau terus oleh Joko Widodo. Saking semangatnya semoga terminal gres itu beroperasi, maka tempat itu dipakai sebelum waktunya. Pun demikian sarana penunjang berupa kereta ke bandara juga dibangun.

Tak hanya itu untuk lebih 'memanjakan' akomodasi aktivitas masyarakat di Jakarta, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung pun dilakukan dan dalam proses. Pembangunan kereta layang dari Bekasi-Jakarta dan Bogor-Jakarta pun sudah nampak di depan mata. Jalan tol yang mangkrak Becakayu pun sudah rampung.

Pun pada masa Gubernur Ahok, banyak infrastruktur yang dibangun menyerupai Jalan Lingkar Semanggi, Jalan Layang Tendean-Ciledug, penambahan transportasi Transjakarta, dan sarana umum taman-taman kota dan rusunawa di banyak sekali sudut kota. Tentu semua pembangunan itu dilakukan semoga Jakarta lebih baik dan manusiawi. Pembangunan itu pastinya dilakukan juga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Bila akomodasi infrastruktur di Jakarta semakin membaik kemudian mengapa ibu kota Jakarta dipindah? Pasti ada yang menjawab, Jakarta kelak akan dijadikan sentra ekonomi. Rencana menyerupai itu cantik namun dalam realitanya tidak akan terwujud. Sebab, menyerupai dipaparkan di atas bahwa kekuasaan di sini tidak bersifat tunggal, ia merupakan kumpulan dari banyak hal, termasuk di dalamnya persoalan ekonomi.

Bila kekuasaan tempatnya pindah maka ekonomi akan mengikutinya sehingga kelak ibu kota yang gres itu juga akan menjadi sentra ekonomi. Kota gres nanti percepatan pembangunannya, sarana penunjangnya, gedung-gedung tinggi, hotel, dan lainnya akan cepat berdiri, bisa-bisa kota gres itu akan menyalip Kota Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia. Bila itu terjadi maka kita memindahan Jakarta secara keseluruhan, baik itu sentra pemerintahan, ekonomi, kemacetan, dan problem sosial lainnya.

Lalu bagaimana sebaiknya dalam memindahkan ibu kota Jakarta yang sarana infrastrukturnya sudah digenjot dalam kurun Joko Widodo dan Ahok? Bila infrastruktur itu nantinya tak maksimal penggunaannya lantaran pemakainya (juga) banyak yang pindah ke pulau lain, alhasil kan eman-eman.

Untuk mengatasi 'kemubaziran' pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan di Jakarta, kita bisa menggandakan pemindahan sentra pemerintahan di Malaysia. Sebab Kuala Lumpur dirasa sudah padat, maka pemerintah memboyong kantor perdana menteri dan seluruh kementerian ke Putrajaya. Dulu Putrajaya masuk wilayah Selangor, sebuah wilayah yang mengeliling Kuala Lumpur.

Pemindahan ke Putrajaya itu tak memerlukan biaya terlalu besar lantaran infrastruktur pentingnya ditunjang infrastruktur yang sudah mapan di Kuala Lumpur. Kaprikornus Putrajaya tak perlu membangun bandara berkelas internasional, jalan tol, pembangkit listrik, telekomunikasi, dan sarana penting lainnya. Bila ibu kota Malaysia dipindah ke Kuching, Sarawak, atau Sabah, keluar dari Semenanjung, tentu anggaran yang dikeluarkan akan berlipat-lipat.

Menjadi pertanyaan lagi, serius atau tidak pemindahan ibu kota Indonesia ini?

Ardi Winangun Associate Researcher LP3ES


Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Pemindahan Ibu Kota, Serius Atau Tidak?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel