Mewujudkan Pemindahan Ibu Kota Negara
Jakarta -Wacana mengenai pemindahan ibu kota negara dari Jakarta kembali mencuat ke permukaan. Sebagaimana ihwal yang pernah mengemuka di era-era pemerintahan sebelumnya, kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah disebut sebagai daerah yang paling cocok untuk menjadi ibu kota negara yang baru. Jamak diketahui, dari perspektif geografis Palangkaraya memang memiliki beberapa kelebihan.
Pertama, Palangkaraya berada di luar zona bundar cincin api (ring of fire). Sehingga, potensi terjadinya pelbagai peristiwa alam, terutama menyerupai gempa bumi, letusan gunung berapi maupun tsunami menjadi sangat kecil. Kedua, wilayah Palangkaraya merupakan hamparan dataran yang luas, tanpa perbukitan dan pegunungan. Dalam konteks itu, tata kelola kota dan pembangunan infrastruktur pendukung sudah tentu akan sanggup dilakukan tanpa kendala yang berarti.
Ketiga, Palangkaraya memiliki luas wilayah yang masih sangat memadai untuk menunjang pelbagai bentuk pembangunan infrastruktur baru. Luas daerahnya mencapai 1.678,51 KM2 atau hampir setara empat kali luas wilayah ibu kota negara ketika ini, yaitu Jakarta yang hanya mencapai 661,52 KM2.
Jangan Sekedar Wacana
Jika berkaca pada kondisi ibu kota negara ketika ini, Jakarta dengan segala kompleksitas persoalannya sudah niscaya tidak laik lagi untuk dijadikan sebagai ibu kota negara. Dari sisi jumlah penduduk misalnya, Jakarta yang idealnya hanya cukup untuk menampung sebanyak 7,5 juta penduduk, faktanya kini "terpaksa" menampung lebih dari 10,2 juta penduduk.
Jumlah tersebut bahkan meningkat secara signifikan ketika di siang hari, yakni Jakarta tidak kurang dikerubuti oleh 14,5 juta penduduk dengan segala macam aktivitasnya. Jika lalu Jakarta dianalogikan sebagai sebuah bis dengan kapasitas 7,5 juta penumpang, maka dengan jumlah penumpang ketika ini yang jauh melebihi kapasitas, terjadinya kecelakaan terang hanya soal menunggu waktunya saja.
Oleh lantaran itu, pemindahan ibu kota negara jangan hingga hanya berhenti pada tataran ihwal belaka menyerupai yang terjadi di era-era pemerintahan sebelumnya. Akan tetapi, mutlak harus betul-betul dilakukan dengan merealisasikan tahapan-tahapannya secara terencana, teratur dan berkelanjutan. Dengan demikian, selain ke depan akan memiliki ibu kota negara gres yang lebih acceptable, terjadinya "kecelakaan" di Jakarta dampak dari kompleksitas persoalannya pun akan sanggup dihindarkan.
Dengan kata lain, pemindahan ibu kota negara ke depan akan membawa dampak yang positif, baik bagi Jakarta maupun bangsa ini. Sebaliknya, jikalau ternyata hanya berhenti pada tataran wacana, itu sama artinya dengan membuat bom waktu bagi negara ini yang sewaktu-waktu sanggup meledak dan melumpuhkan pembangunan nasional.
Lagi pula, pemindahan ibu kota negara sejatinya bukan hal yang tabu dilakukan oleh pemerintahan negara ini. Setidaknya, sejarah mencatat pemerintahan negara ini pernah tiga kali melaksanakan pemindahan ibu kota negara. Yaitu, dari Jakarta ke Yogyakarta (4 Januari 1946), dari Yogyakarta ke Bukittinggi (19 Desember 1948) dan dari Bukittinggi ke Jakarta (17 Agustus 1950). Dalam konteks tersebut, sanggup dikatakan negara ini sudah "banyak makan garam" soal pemindahan ibu kota negara.
Jadi, kekhawatiran sebagian pihak terkait potensi terjadinya kekacauan jalannya roda pemerintahan apabila ibu kota negara dipindahkan bekerjsama tidak memiliki argumentasi yang kuat. Faktanya, pemindahan ibu kota negara terdahulu yang dilakukan dalam keadaan genting saja, roda pemerintahan masih tetap sanggup berjalan lancar. Apalagi jikalau dilakukan dalam kondisi ketika ini, di mana pemerintah tidak memiliki tekanan dari penjajah atau pihak mana pun.
Mendorong Keterlibatan Swasta
Meski begitu, harus diakui pemindahan ibu kota negara dalam kondisi ketika ini bukan sama sekali tidak memiliki tantangan. Merujuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp 1.750 triliun. Di lain sisi, total belanja negara dalam APBN 2017 tercatat mencapai Rp 2.080 triliun. Artinya, terdapat defisit anggaran sebesar Rp 330 triliun (2,41%) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Kondisi itu diperparah dengan posisi utang negara yang terus mengalami peningkatan dari Rp 1.069 di tahun 2014 menjadi Rp 3.672 triliun per Mei 2017. Celakanya lagi, sebagian utang itu mesti dibayarkan dalam waktu erat ini. Pada 2018 pemerintah mesti membayar utangnya sebesar Rp 390 triliun dan pada 2019 harus membayar utang yang jatuh tempo sebesar Rp 420 triliun.
Singkat kata, ketika ini tidak ada sama sekali anggaran negara yang sanggup dipakai untuk mewujudkan pemindahan ibu kota negara. Akan tetapi, sebagaimana pepatah usang menyatakan, "ada banyak jalan menuju ke Roma". Pun demikian dengan upaya mewujudkan pemindahan ibu kota negara, masih ada banyak opsi yang sanggup dilakukan untuk "mengakali" minimnya keuangan negara di APBN. Semisal, dengan mendorong keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur di lokasi calon ibu kota negara baru.
Yang perlu menjadi catatan, keterlibatan pihak swasta jangan hingga menyandera dan merugikan negara ke depannya. Maka itu, bagan kolaborasi yang dibentuk mutlak harus mendudukkan negara (baca: kepentingan rakyat) di atas segalanya. Makara perlu ditekankan pada pihak swasta bahwa pemindahan ibu kota negara bukan hanya untuk kepentingan pemerintah saja. Akan tetapi, untuk kepentingan bersama, termasuk kepentingan pihak swasta semoga percepatan pembangunan ke seantero negeri sanggup berjalan lebih optimal.
Dengan adanya percepatan pembangunan itulah munculnya potensi laba bagi pihak swasta. Sebab, tidak mungkin pemerintah akan sanggup memegang penuh seluruh pembangunan di Tanah Air. Akhir kata, perlu disadari bersama bahwa pemindahan ibu kota negara menjadi hal mendesak yang harus betul-betul diwujudkan. Jangan hingga planning pemindahan ibu kota negara kali ini hanya berakhir pada tataran ihwal belaka. Agar, selain tujuan pemerataan pembangunan sanggup tercapai, "kecelakaan" pada ibu kota negara ketika ini akhir kompleksitas persoalannya pun sanggup terhindarkan.
Sumarsih Peneliti Alwi Research and Consulting
Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com
Belum ada Komentar untuk "Mewujudkan Pemindahan Ibu Kota Negara"
Posting Komentar