Ledakan Bom Di Filipina Selatan Jadi Tekanan Untuk Akhiri Kekerasan - Indonesia Bisnis

Ledakan Bom Di Filipina Selatan Jadi Tekanan Untuk Akhiri Kekerasan

Ledakan Bom di Filipina Selatan Kaprikornus Tekanan Untuk Akhiri KekerasanFoto: Getty Images/AFP

Manila -Pemboman Katedral Nasrani yang menewaskan 20 orang di wilayah selatan Filipina yang bergolak memperlihatkan tekanan gres terhadap upaya guna mengakhiri puluhan tahun kekerasan separatis.

Pasukan keamanan Filipina pada hari Senin (28/01) menyusun penghalang jalan dan pos-pos investigasi di sekitar kota selatan tempat pemboman yang diklaim oleh organisasi ISIS. Kepala kepolisian Filipina, Oscar Albayalde menyebutkan: "Hampir tidak ada orang di jalan-jalan dan toko-toko tutup ... jadi kita bisa mengatasi problem ini," katanya kepada wartawan di Jolo, "Kami mempunyai jumlah pasukan yang mencukupi." Demikian dilansir dari kantor gosip DPA.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte dijadwalkan untuk mengunjungi lokasi tersebut Senin malam."Dia sangat marah," kata juru bicara kepresidenan, Salvador Panelo. "Dia sangat kecewa alasannya yaitu meskipun sudah ada gerakan menuju perdamaian dan pembangunan, masih ada kekuatan tertentu di wilayah itu yang menabur teror dan membunuh dan membunuh orang. "

Dua ledakan meluluhlantakkan Katedral Nasrani Maria Gunung Karmel di Jolo, Filipina yang berpenduduk lebih banyak didominasi Muslim, hari Minggu (27/01). Para jemaah misa dan pasukan keamanan terenggut nyawanya. Insiden ini menjadi salah satu kasus pemboman terburuk di negara itu dalam beberapa tahun terakhir.

Para pengamat menyuarakan keprihatinannya pada hari Senin (28/01) atas dampak serangan tersebut, terhadap upaya perdamaian selama puluhan tahun yang mencapai puncaknya pekan kemudian dalam referendum yang akan menyepakati terbentuknya pemerintahan sendiri Muslim di selatan.

Pemungutan bunyi itu merupakan hasil perundingan yang dimulai pada 1990-an dengan kelompok pemberontak terbesar di negara itu, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan akan memberinya kekuasaan besar atas apa yang disebut wilayah Bangsa Moro.

Namun berdasarkan pengamat problem terorisme, Sidney Jones tidak bisa mengaitkan referendum pekan kemudian dengan agresi bom ini.

"Referendum ini akibatnya akan dipimpin oleh MILF yang sebagian besar dari suku Magindanan , bukan etnis yang di Sulu," ungkapnya kepada DW. "Jadi antara semua daerah yang menyetujui, Sulu yaitu satu daerah yang menolak, walaupun sebagian besarnya yaitu Muslim. Tak semua menyetujui hasil referendum ini yaitu kesempatan luar biasa. Kelompok garis keras akan tetap menuntut khilafah Islam."

Referendum yang diikuti 2,8 juta orang menyepakati pembentukan wilayah otonomi Bangsa Moro di wilayah Filipina selatan, daerah berpenduduk Muslim terbesar di negara tersebut. Mayoritas pemilih menyetujui pembentukan itu, tetapi para pemilih di Provinsi Sulu yang meliputi Jolo, berbeda. Penduduk daerah itu menolak otonomi khusus tersebut.

Keterangan berbeda, Abu Sayyaf diduga sebagai pelaku

Organisasi ISIS menyampaikan dua pembom bunuh diri mengenakan sabuk peledak, demikian berdasarkan SITE Intelligence Group, yang memantau aktivitas jihadis. Tetapi sebuah laporan militer menyampaikan bom kedua ditinggalkan di kotak bagasi sepeda motor di area parkir di luar gereja. Polisi menyampaikan mereka meyakini bahwa materi peledak itu diledakkan dari jarak jauh. Meskipun terjadi kontradiksi, pihak berwenang belum mengesampingkan keterlibatan ISIS dalam kejadian ini.

Faksi-faksi jihad yang bersekutu dengan ISIS - termasuk kelompok penculik Abu Sayyaf yang populer kejam - yang bukan bab dari proses perdamaian, jadi tersangka utama dalam pemboman itu.

Pulau terpencil Jolo yaitu markas kelompok yang juga diduga terlibat dalam serangan terhadap sebuah kapal feri di Teluk Manila pada tahun 2004. Dalam serangan itu, 116 orang tewas. "Ini yaitu tantangan besar bagi pemerintah Bangsa Moro," kata Rommel Banlaoi, ketua Institut Penelitian Perdamaian, Kekerasan dan Terorisme Filipina.

Mantan pemberontak perlu memperlihatkan diri bahwa mereka akan bisa menarik daerah itu ke arah perdamaian untuk menarik investasi yang sangat diharapkan untuk mengurangi kemiskinan dan melawan ekstremisme, katanya kepada AFP.

"MILF perlu mengambarkan bahwa mereka sanggup menciptakan perbedaan ... gravitasi problem yang dihadapi MILF yaitu wow, sangat luar biasa," tambahnya.

Presiden Rodrigo Duterte menempatkan Filipina selatan di bawah kekuasaan militer sehabis militan pro-ISIS merebut kota Marawi pada bulan Mei 2017. Pejabat pemerintah beropini bahwa pihak berwenang telah efektif menjinakkan wilayah yang terus bergolak.

Sementara itu, ucapan bela sungkawa mengalir dari seluruh dunia untuk para korban di katedral, yang telah berulang kali menjadi target serangan granat. Paus Fransiskus, yang berbicara di Panama menyatakan "penolakan keras" atas agresi kekerasan itu. Sekali lagi, ia berkata, "komunitas Kristen berduka."

Berdampak bagi pembangunan

Tetapi para pengamat juga khawatir perihal bagaimana serangan itu akan berdampak pada keinginan untuk pembangunan gres di wilayah itu. "Itu yaitu bencana insan yang mengerikan, dan juga bencana pembangunan," kata ekonom Bank Dunia Andrew Mason kepada media CBN.

"Ketika kita melihat daerah konflik, saat kita melihat pasang surut dan dampak negatif tanggapan kekerasan dan konflik, apa yang kita lihat juga yaitu peluang pengembangan yang tersia-siakan."

Sementara itu pengamat terorisme Sidney Jones menyampaikan tidak terlihat adanya kaitan dalam pemboman di Filipina kali ini dengan gerakan terorisme di Indonesia, meskipun dulunya ada sejarah dimana beberapa jihadis asal Indonesia terpantau berada di daerah ini. "Dulu Dulmatin, Umar Patek berada di Jolo hampir empat tahun, sebelum mereka kembali ke Indonesia. Tetapi baru-baru ini tidak terang apakah ada orang Indonesia yang aktif di Mindanao."

"Mungkin ada satu atau dua orang, namun kita tidak punya bukti terkait hal itu. Setahu saya tidak ada hubungan di antara kelompok JAD dengan kelompok ekstremis di Filipina sehabis konflik di Marawi."

ap/rzn





Sumber detik.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Ledakan Bom Di Filipina Selatan Jadi Tekanan Untuk Akhiri Kekerasan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel